Indonesia pada 10 - 20 tahun mendatang jika gereja bersatu? . Dalam mewujudkan visi dan misinya, Bless Indonesia 2020 menetapkan 5 indikator transformasi. Salah satunya Christian Influence (pengaruh kekristenan) di Indonesia
Seperti apakah Indonesia pada 10 atau 20 tahun mendatang jika gereja bersatu? Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya Bless Indonesia 2020. Dengan harapan, tahun 2020 Indonesia semakin diberkati dan “menggarami” Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Pdt. Yerry Efrain Tawalujan, M.Th selaku Sekretaris Jenderal Bless Indonesia 2020 kepada wartawan baru-baru ini.
Berawal dari pertemuan tiga aras gereja di Singapura pada Februari 2007 silam, maka terbentuklah Bless Indonesia 2020. Keberadaan Bless Indonesia diharap mampu memberikan penyadaran kepada sinode-sinode dan gereja-gereja dan menjadi “garam” di tengah masyarakat.
Bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta pertemuan informal Bless Indonesia 2020 dengan para pemimpin aras gereja yang bertujuan untuk mempererat dan lebih mengakrabkan hubungan antara pemimpin sinode dan aras gereja yang ada di Indonesia.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain, Pdt. Dr. Nus Reimas sebagai Ketua Umum Bless Indonesia 2020 sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum PGLII, Wakil Sekretaris Umum PGLII, Pdt. Dahlan Setiawan, Ketua Umum dan Sekretaris Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe dan Pdt. Gomar Gultom, serta Perwakilan dari PGPI, Pdt. Robinson, serta pimpinan lembaga Kristiani lainnya.
Pertemuan tersebut merupakan salah satu kegiatan rutin yang fasilitasi oleh Bless Indonesia 2020 sebagai salah satu cara untuk lebih mengakrabkan dan mempererat hubungan diantara para pemimpin gereja.
Bless Indonesia merupakan sebuah jejaring yang inti pelayanannya berfokus pada ketua-ketua sinode dan pimpinan aras gereja. Keberadaan Bless Indonesia sendiri adalah untuk memberikan penyadaran kepada sinode-sinode dan gereja-gereja bagaimana peran gereja untuk memberi dampak kepada masyarakat dan menjadi “garam” di tengah masyarakat dunia dan sekitarnya. Inti pelayanan Bless Indonesia sendiri adalah lebih pada tataran sinode dan pimpinan aras gereja. Dalam hal memberikan pembelajaran kepada para pimpinan sinode dengan harapan kemudian dapat diteruskan ke tataran yang lebih rendah, ke gereja-gereja lokal.
Lebih lanjut, Pdt. Yerry Tawalujan, M.Th yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi Misi dan Penginjilan PGLII dan Wakil Bendahara Umum PGPI menerangkan bahwa, “Di manapun gereja berada, eksistensinya harus dapat dirasakan bukan hanya oleh warga gereja tetapi juga oleh seluruh masyarakat disekitarnya.”
Tak sesuai Harapan
Pertemuan Bless Indonedia juga membahas soal misi kristen di daerah-daerah, terutama Papua. Dari sejarah, data mengenai daerah-daerah yang merupakan kantung-kantung Kristen, seperti Papua, kualitas hidup orang Kristen dianggap jauh dari kehidupan Injil, di mana Papua justru tercatat sebagai daerah dengan jumlah penderita AIDS paling banyak di Indonesia. Kondisi ini sangat kontras dengan predikat Papua sebagai salah satu daerah kantung Kristen.
Oleh karena itu, gereja berharap mampu memberdayakan warga gerejanya tetapi juga diharapkan bisa mengubah lingkungan dimana gereja itu berada. Di sinilah Bless Indonesia ingin berperan, ujar Yerry.
Dalam mewujudkan visi dan misinya, Bless Indonesia 2020 juga menetapkan 5 indikator transformasi yakni,
pertama Economic Sufficiency (kecukupan ekonomi) di masyarakat, di mana ada gereja, di situ seharusnya ada pengentasan kemiskinan.
Kedua, Social Peace (kedamaian sosial) yakni menyangkut kedamaian yang terjalin antar etnis.
Ketiga, Publik Justice (keadilan publik), yakni bagaimana gereja dapat memperjuangkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya bagi umat Kristen.
Keempat, National Righteousness (kebenaran nasional) yakni bagaimana bangsa ini dapat didasarkan pada nilai-nilai kebenaran yang universal yang sebenarnya juga adalah kebenaran Alkitabiah, sebab kebenaran Alkitab itu sendiri diterima secara universal.
Dan kelima, Christian Influence (pengaruh kekristenan), yakni pengaruh kekristenan bukan dari segi jumlah atau kuantitasnya tetapi dari segi kualitasnya.
“Bukan dalam artian Kristenisasi tetapi lebih kepada bagaimana jumlah orang Kristen yang hanya sedikit itu bisa memberikan pengaruh kepada seluruh bangsa dalam hal nilai-nilai kebaikan dan kebenaran,” tambah Yerry.
Untuk gereja-gereja aliran Kharismatik dan Pantekosta, jangan hanya berbicara mengenai surga saja tetapi terputus dari situasi dan kondisi nyata yang ada di masyarakat,” tutup Yerry. [chtp/www.hidayatullah.com]
Seperti apakah Indonesia pada 10 atau 20 tahun mendatang jika gereja bersatu? Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya Bless Indonesia 2020. Dengan harapan, tahun 2020 Indonesia semakin diberkati dan “menggarami” Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Pdt. Yerry Efrain Tawalujan, M.Th selaku Sekretaris Jenderal Bless Indonesia 2020 kepada wartawan baru-baru ini.
Berawal dari pertemuan tiga aras gereja di Singapura pada Februari 2007 silam, maka terbentuklah Bless Indonesia 2020. Keberadaan Bless Indonesia diharap mampu memberikan penyadaran kepada sinode-sinode dan gereja-gereja dan menjadi “garam” di tengah masyarakat.
Bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta pertemuan informal Bless Indonesia 2020 dengan para pemimpin aras gereja yang bertujuan untuk mempererat dan lebih mengakrabkan hubungan antara pemimpin sinode dan aras gereja yang ada di Indonesia.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain, Pdt. Dr. Nus Reimas sebagai Ketua Umum Bless Indonesia 2020 sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum PGLII, Wakil Sekretaris Umum PGLII, Pdt. Dahlan Setiawan, Ketua Umum dan Sekretaris Umum PGI, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe dan Pdt. Gomar Gultom, serta Perwakilan dari PGPI, Pdt. Robinson, serta pimpinan lembaga Kristiani lainnya.
Pertemuan tersebut merupakan salah satu kegiatan rutin yang fasilitasi oleh Bless Indonesia 2020 sebagai salah satu cara untuk lebih mengakrabkan dan mempererat hubungan diantara para pemimpin gereja.
Bless Indonesia merupakan sebuah jejaring yang inti pelayanannya berfokus pada ketua-ketua sinode dan pimpinan aras gereja. Keberadaan Bless Indonesia sendiri adalah untuk memberikan penyadaran kepada sinode-sinode dan gereja-gereja bagaimana peran gereja untuk memberi dampak kepada masyarakat dan menjadi “garam” di tengah masyarakat dunia dan sekitarnya. Inti pelayanan Bless Indonesia sendiri adalah lebih pada tataran sinode dan pimpinan aras gereja. Dalam hal memberikan pembelajaran kepada para pimpinan sinode dengan harapan kemudian dapat diteruskan ke tataran yang lebih rendah, ke gereja-gereja lokal.
Lebih lanjut, Pdt. Yerry Tawalujan, M.Th yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi Misi dan Penginjilan PGLII dan Wakil Bendahara Umum PGPI menerangkan bahwa, “Di manapun gereja berada, eksistensinya harus dapat dirasakan bukan hanya oleh warga gereja tetapi juga oleh seluruh masyarakat disekitarnya.”
Tak sesuai Harapan
Pertemuan Bless Indonedia juga membahas soal misi kristen di daerah-daerah, terutama Papua. Dari sejarah, data mengenai daerah-daerah yang merupakan kantung-kantung Kristen, seperti Papua, kualitas hidup orang Kristen dianggap jauh dari kehidupan Injil, di mana Papua justru tercatat sebagai daerah dengan jumlah penderita AIDS paling banyak di Indonesia. Kondisi ini sangat kontras dengan predikat Papua sebagai salah satu daerah kantung Kristen.
Oleh karena itu, gereja berharap mampu memberdayakan warga gerejanya tetapi juga diharapkan bisa mengubah lingkungan dimana gereja itu berada. Di sinilah Bless Indonesia ingin berperan, ujar Yerry.
Dalam mewujudkan visi dan misinya, Bless Indonesia 2020 juga menetapkan 5 indikator transformasi yakni,
pertama Economic Sufficiency (kecukupan ekonomi) di masyarakat, di mana ada gereja, di situ seharusnya ada pengentasan kemiskinan.
Kedua, Social Peace (kedamaian sosial) yakni menyangkut kedamaian yang terjalin antar etnis.
Ketiga, Publik Justice (keadilan publik), yakni bagaimana gereja dapat memperjuangkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya bagi umat Kristen.
Keempat, National Righteousness (kebenaran nasional) yakni bagaimana bangsa ini dapat didasarkan pada nilai-nilai kebenaran yang universal yang sebenarnya juga adalah kebenaran Alkitabiah, sebab kebenaran Alkitab itu sendiri diterima secara universal.
Dan kelima, Christian Influence (pengaruh kekristenan), yakni pengaruh kekristenan bukan dari segi jumlah atau kuantitasnya tetapi dari segi kualitasnya.
“Bukan dalam artian Kristenisasi tetapi lebih kepada bagaimana jumlah orang Kristen yang hanya sedikit itu bisa memberikan pengaruh kepada seluruh bangsa dalam hal nilai-nilai kebaikan dan kebenaran,” tambah Yerry.
Untuk gereja-gereja aliran Kharismatik dan Pantekosta, jangan hanya berbicara mengenai surga saja tetapi terputus dari situasi dan kondisi nyata yang ada di masyarakat,” tutup Yerry. [chtp/www.hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar