Brown mengatakan, kata-kata yang diucapkan Yesus sendiri membuktikan bahwa Dia bukanlah orang miskin. "Yesus berkata bahwa akan selalu ada orang miskin di sekitarmu, namun Aku tidak akan selamanya besertamu," kata Brown. "Yesus tidak meletakkan diri dalam kelompok orang miskin...." "Saya percaya Ia adalah orang terkaya di muka bumi karena Tuhan adalah sumbernya," tambah Brown.
Sejumlah pendeta berpendapat, kekayaan Yesus amat jelas dalam Injil, bahkan pada bagian penyalibannya. Injil Perjanjian Baru bercerita, beberapa prajurit Romawi mengundi jubah Yesus sementara ia bergantung di salib. Menurut C Thomas Anderson dari Gereja Living Word Bible Church, mereka takkan mengundi pakaian Yesus bila itu tidak mahal. "Saya tidak mengenal seorang pun, bahkan Pamela Anderson, hingga orang sampai mengundi pakaian yang dikenakannya," kata Anderson. "Itu pastilah barang bagus yang ia kenakan."
Anderson mengatakan, Yesus tidak mungkin bisa memiliki murid-murid atau banyak pengikut jika Dia miskin. Dia tidak mungkin bisa mendapatkan rasa hormat dari mereka. "Yang miskin akan mengikuti yang kaya, yang kaya mengikuti yang kaya, tapi yang kaya tidak pernah mengikuti yang miskin," kata Anderson.
Membelokkan Injil demi keuntungan pribadi?
Luke Timothy Johnson, seorang profesor di Universitas Perjanjian Baru Emory, menyebut pendapat Anderson sangat tidak logis. "Jadi Martin Luther King dulu pasti seorang miliuner," katanya. "Orang banyak mengikuti Siddhartha Buddha dan dia seorang miskin. Demi Tuhan, rakyat jelata mengikuti Mahatma Gandhi, dan Gandhi mengenakan cawat."
"Pendapat bahwa Yesus kaya karena para tentara mengundi untuk mendapatkan jubah-Nya saat Dia disalibkan juga sama tidak masuk akalnya secara historis," kata Johnson, pengarang buku Di Antara Orang Kafir: Agama Yunani-Romawi dan Kristianitas (Among the Gentiles: Greco-Roman Religion and Christianity)."
"Penyaliban merupakan bentuk eksekusi yang dilakukan terhadap para budak dan pemberontak," tambah Johnson. "Itu bukan sebuah eksekusi untuk orang kaya."
Seorang profesor agama di Universitas Baylor yang merupakan seorang spesialis dalam studi tentang kemiskinan pada zaman Yunani-Romawi juga mengatakan, tidak mungkin Yesus dapat dinilai sebagai orang kaya. Bruce W Longenecker mengatakan, kehidupan pada zaman Yesus itu brutal. Sekitar 90 persen penduduk hidup miskin. Sebuah bencana kelaparan atau panen yang buruk dapat menghancurkan sebuah keluarga. Tidak ada kelas menengah.
"Pada dunia masa itu, Anda menjadi relatif miskin atau sangat kaya, hanya ada sedikit yang berada di antara," kata Longenecker, penulis buku Engaging Economics: New Testament Scenarios and Early Christian Reception.
"Injil Perjanjian Baru penuh dengan perumpamaan yang berisi kritikan Yesus kepada orang kaya dan pujian-Nya kepada orang miskin," kata Longenecker. Dalam bab enam Injil Lukas, kata Longeneker, Yesus mengutuk orang kaya. "Satu-satunya cara Anda untuk dapat menggolongkan Yesus sebagai orang kaya adalah membela penafsiran yang menyimpang dan menjadi sepenuhnya naif secara historis," tegas Longenecker.
Anderson, pendeta Arizona itu, tidak menerima pendapat itu. Dia mengatakan, gereja sudah sangat dirusakkan oleh ajaran bahwa Yesus itu miskin. Menurut dia, Tuhan menginginkan para pengikutnya menjadi kaya, bukan untuk keuntungan pribadi, melainkan untuk membantu sesama yang membutuhkan dan menyebarkan Injil.
Ketika pertama kali mengkhotbahkan di gerejanya bahwa Yesus tidak miskin, Anderson mengatakan, dia "menggelisahkan sejumlah orang". Sekarang, katanya, gerejanya mempunyai 9.000 jemaat dan sebuah pelayanan global. "Sangat memilukan, untuk mengatakan bahwa Yesus berjuang sendirian dalam debu dan lumpur," kata Anderson. "Hal itu sangat tidak masuk akal. Dia tetap seorang kaya." ( kompas.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar