Islam dan Sebungkus Mie Instan. Organisasi Islam Adalah Organisasi Terlambat. Tidak ada pemberian besar yang tanpa pamrih, maka sudah sewajarnya jika umat Muslim yang terkena bencana selalu waspada atas setiap bantuan yang diterimanya
Tanggal 30 September 2009 pukul 17:16:09 WIB gempa berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Kota Pariaman dan sekitarnya. Gempa tektonik 7.6 SR ini terjadi pada pukul 17.16.09 WIB pada episentrum 0,84 Lintang selatan (LS) dan 99,65 bujur timur (BT), kedalaman 71 kilometer, sekitar 57 km barat laut Pariaman Provinsi Sumbar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya lebih dari 500 bangunan hancur akibat gempa tersebut. Sekitar 200.000 warga rumahnya rusak berat dan menjadi pengungsi, dan lebih dari 1000 orang meninggal dunia.
Bantuan dari luar negeri datang silih berganti. Dari Australia, Inggris, Tiongkok, Jerman, Jepang, Uni Eropa, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Swiss, Denmark, dan AS. Selain membawa tim kesehatan dan penyelamat ke lokasi, negara-negara itu memberikan bantuan finansial. Meski belum menyebut angka secara persis, pejabat Indonesia menyatakan bahwa sumbangan tersebut mencapai jutaan dolar AS.
Sebanyak 20 petugas medis dan pakar logistik dari Estonia juga terbang ke Indonesia, Jumat (2/10). Mereka bergabung dengan misi kemanusiaan lain untuk membantu para korban gempa. Tim dari negara bekas pecahan Uni Soviet tersebut terdiri atas perawat, ahli bedah, dan pakar anestesi. Fokus pada operasi pasca-trauma. Tim itu berada di Padang selama tiga pekan.
Itu tim medis kedua dari Estonia yang membantu korban bencana di Indonesia. Sebelumnya, Estonia mengirimkan tim penyelamat ke Aceh saat musibah gempa dan tsunami pada akhir 2004.
Nun jauh di daratan Eropa, Christian Today (3/10) melaporkan bahwa Christian Aid Inggris telah mengirimkan bantuan senilai 100.000 pound. Bersama partnernya di Indonesia, Yakkum Emergency Unit, mereka telah mengirimkan tim ahli medis dan logistik sebanyak delapan orang ke daerah Pariaman. Christian Today, adalah salah satu media milik organisasi Kristen di Amerika. Tim itu memberikan bantuan kepada sekitar 1.500 orang dengan membagikan selimut, keperluan hieginis pribadi dan bayi, serta terpal.
Mereka juga mencari tahu tentang trauma yang diderita anak-anak, serta menyiapkan sistem penjernihan air.
Tak hanya organisasi gereja luar negeri, Gereja Protestan Mentawai dan Dewan Gereja Sumatera Barat, --yang pernah mendapatkan pelatihan manajemen bencana dari Yayasan Tanggul Bencana (YTB), rekanan dari Christian Aid di Indonesia—ikut bergerak mencari tahu apa saja kebutuhan yang diperlukan korban yang selamat serta menyalurkan bantuan.
YTB mengirimkan makanan, susu untuk anak-anak dan wanita hamil, obat-obatan, generator listrik darurat, dan peralatan komunikasi satelit ke beberapa wilayah bencana.
Church World Service menyediakan empat perlindungan sementara beserta perlengkapannya, seperti tikar plastik, selimut, dan keperluan bayi di wilayah Pariaman.
Kantor Berita Antara (3/10) melaporkan bahwa World Vison berkomitmen memberikan bantuan senilai USD 2 juta dalam jangka waktu 90 hari dalam bentuk paket kepada keluarga korban gempa.
Dalam situs organisasi internasional yang mengumpulkan bantuan dari berbagai gereja dan umat Kristen di seluruh dunia ini, disebutkan bahwa mereka memberikan paket bantuan sebanyak 12.000 paket, yang didistribusikan oleh 17 orang stafnya secara langsung kepada korban. Di samping itu mereka juga memberikan bantuan pendampingan terhadap anak-anak yang trauma dengan mendirikan 13 Ruang Sahabat Anak World Vision di Padang dan Pariaman.
World Vision, yang salah satu misinya selalu berusaha untuk merefleksikan Yesus di setiap komunitas, juga memberikan layanan klinik bergerak gratis, dengan mengunjungi beberapa tempat di wilayah bencana.
Lembaga bantuan internasional umat Katolik, Caritas, melalui Karina --cabangnya di Indonesia--, juga terjun ke wilayah bencana. Pekan pertama saja Caritas telah menyalurkan 700 tenda dan makanan.
Tidak hanya dari organisasi bantuan Kristen dan Katolik, Israel yang negaranya senang menyengsarakan bangsa Palestina, ternyata tertarik juga memberikan bantuan kepada bangsa Indonesia. Dana sebesar USD 500.000 disiapkan untuk korban gempa Padang.
Beth Am, organisasi Yahudi di AS menyediakan kotak amal Beth Am's Tzedekah, yang pada bulan Oktober dikhususkan untuk memberi bantuan kepada korban gempa Padang. Sumbangan mereka disalurkan melalui American Jewish Joint Distribution Committee (JDC).
Bantuan korban bencana terus mengalir dari berbagai pihak. Tak terkecuali dari Obor Berkat Indonesia (OBI) Jakarta. Bantuan sejumlah logistik OBI tiba di posko kepolisian udara di Jl. Imam Bonjol, Padang, beberapa saat setelah bencana terjadi.
OBI menerjunkan sekitar 60 tim medis dan 20 dokter dari Jakarta. Mereka juga membawa obat-obatan. Mereka berada di Padang hingga masyarakat korban gempa betul-betul pulih.
Obor Berkat Indonesia (OBI) merupakan LSM yang mendapat dukungan penuh MAF (Mission Aviation Fellowship). Menurut pantauan reporter www.hidayatullah.com biro Padang, sehari setelah gempa, tim medis OBI sudah tiba di Padang dengan penerbangan MAF.
Gempa Akidah
Sejumlah wilayah di Indonesia berulang kali memang dilanda gempa bumi. Dalam rentang waktu yang terbilang singkat, gempa mengguncang Tasikmalaya, Yogyakarta, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, dan Sulawesi Tengah. Akibat gempa tidak hanya merusakan bangunan, namun banyak menelan korban jiwa.
Menurut Kepala Badan Geologi Departemen ESDM R Sukhyar, potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, sebab berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak. Daerah rawan gempa tersebut membentang di sepanjang batas lempeng tektonik Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai selatan Jawa, Nusa Tenggara, serta Banda.
Kemudian interaksi lempeng India-Australia, Eurasia, dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera.
Kata Sukhyar, terjadinya gempa juga berkaitan dengan sesar aktif. Di antaranya sesar Sumatera, sesar Palu, atau sesar di yang berada di Papua. Ada juga sesar yang lebih kecil di Jawa, seperti sesar Cimandiri, Jawa Barat.
Masalahnya, kondisi seperti, diakui Sukhyar, belum ada teknologi yang dapat memprediksi baik waktu, tempat dan intensitas gempa di Indonesia, maka zona-zona yang masuk rawan gempa harus mendapat perhatian.
Keterbatasan alat, teknologi, dan ilmu ini, barangkali membuat pihak-pihak asing lebih cepat dibanding orang Indonesia dalam menangani gempa yang sering terjadi di Indonesia. Lebih dari itu, masalah yang dikhawatirkan adalah hadirnya ‘misi” lain di luar bantuan kemanusiaan.
Contoh terbaru adalah dugaan “pemurtadan” berkedok bantuan. Kasus ini terjadi tanggal 28 Oktober lalu, ketika ketika aparat menyita 24 buah Injil.
Dugaan kasus pemurtadan di kawasan Patamuan, Padang Alai, Kabupaten Padang Pariaman, tercium pihak Polresta Pariaman. Polresta berhasil menyita 24 buah Injil. Selain itu, juga menyita selebaran dan komik anak-anak dengan judul "Si Bodoh" dan "Bagaimana Caranya Jadi Kaya", yang diduga disebarkan ke sekolah-sekolah.
Pelaku pemurtadan itu tiga orang, mereka juga memberikan bantuan uang. Bagi orang dewasa Rp10 ribu/orang, anak-anak Rp5.000/orang.
Kasat Reskrim Polresta Pariaman, AKP Hendri Yahya, menyebutkan, pelaku St dan RG berasal dari California, AS, didampingi penerjemah mereka, Doni, dari Jakarta.
"Kita sudah mengkopi paspor dan identitas mereka, kini tengah dilacak organisasi mereka," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya belum bisa menetapkan tindakan atas kasus tersebut. Bila sudah, Mabes Polri yang akan menangani, ujarnya, dikutip TV One.
Untuk upaya pemurtadan itu, aparat memiliki bukti video rekaman ponsel berisi ajakan murtad berdurasi 48 detik di Kabupaten Padang Pariaman.
Atas bukti-bukti kecil itu, telah membuat sebagian kalangan Islam tersengat. Ulama Sumbar, Buya Mas’oed Abidin, segera mengajak masyarakat mewaspadai “pemurtadan” berkedok bantuan kemanusiaan
Mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) itu, Buya H. Mas`oed Abidin mengingatkan masyarakat daerah itu, terutama yang terkena bencana gempa bumi, jangan sampai berubah akidah karena berharap bantuan.
Lebih jauh, ia menyayangkan adanya relawan yang berkedok menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk memurtadkan (mengkafirkan) masyarakat yang memeluk Islam.
"Betul sejumlah masyarakat Sumbar pascagempa tengah berada dalam keadaan susah, lapar, dan rumah rusak. Namun, bukan berharap bantuan untuk mengubah akidah (agama) mereka," kata Buya menyesalkan ulah oknum tak bertanggung jawab tersebut.
Jadi, relawan yang ingin merusak akidah masyarakat Minang, kembali sadar dan sebaiknya membawa pulang kembali misi tersebut jauh-jauh.
"Masyarakat korban berharap benar bantuan yang disalurkan dengan ikhlas tanpa ada iming-iming mengkafirkan," katanya.
Ia menambahkan, kalau ada "udang di balik batu", sebaiknya tak salurkan bantuan. Untuk itu, masyarakat Sumbar yang berada di daerah terkena bencana gempa beberapa waktu lalu, diminta tak terpengaruh dengan bantuan yang sampai mengubah akidah.
"Harga Islam bukanlah sebungkus mie instan. Lebih baik masyarakat makan tanah dan berlindung di bawah langit daripada akidah berubah," katanya mengingatkan masyarakat.
Masalahnya, ketika kita semua mengeluhkan adanya “gempa akidah”, mengapa organisasi Islam selalu lebih lambat datangnya?
disalin dari : hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar