Para Gembala Berkeliaran Diantara Perang Bendera. Gempa Sumatera. Langgengkan Gempa Akidah. Warga Sumatera sudah menderita dilanda gempa alamat hingga “gempa” akidah. Tetapi umat Islam masih sibuk dengan ‘bendera’ mereka
Sebelum gempa terjadi di Padang, hampir dipastikan tak ada gerakan misionaris yang berani menginjakkan kaki di Tanah Gadang. Namun kini, derita bercampur perih korban gempa, telah memunculkan celah memuluskan aksi para gembala untuk masuk ke wilayah yang penduduknya adalah Muslim. Demikian kesimpulan Tabligh Akbar baru-baru ini di di Masjid Raya Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta Pusat.
Tabligh Akbar ini diselenggarakan beberapa organisasi massa Islam (ormas Islam) di wilayah Jakarta. Sekretaris Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Drs. Misbach Malim, Lc, M.Sc, menyampaikan, orasi menentang upaya kristenisasi oleh beberapa oknum di Padang, Sumatera Barat. "Bencana inilah pintu masuk mereka," cetusnya.
Dikatakan Koordinator Lapangan Tim Aksi DDII untuk korban Gempa Sumatera ini, bahwa pascagempa Sumatera akhir September lalu, momentum tersebut menjadi celah dan dijadikan para missionaris untuk menembus wilayah Padangpariaman, yang penduduknya seluruhnya muslim.
"Sebelum gempa ini tak ada yang bisa masuk. Mereka tahu, khususnya di Padangpariaman, semua penduduknya Muslim," kata pria asli Buktittinggi ini prihatin.
Ditemui www.hidayatullah.com secara khusus, dia memaparkan bagaimana getirnya kondisi umat Islam di wilayah tersebut pascagempa. Ketika tak ada lagi yang bisa dimakan oleh korban gempa, kata Misbach, misionaris pun datang memberikan makanan sembari menyampaikan pesan-pesan khusus.
"Awalnya memang bantuan makanan. Nah, apa yang bisa warga lakukan jika keadaannya seperti ini. Bagi yang awam dan belum kuat akidah, pasti menerima misi mereka yang berkedok bantuan itu," terang dia.
Selain itu, kendala ketidakmerataan bantuan dari pemerintah menjadi masalah krusial tersendiri. Ini yang acap membuat korban terlunta-lunta di pengungsian, serta tak terperhatikan. Bahkan ada yang harus mengemis-ngemis.
Menurut Misbach, ada wilayah gempa dan longsor parah di sebagian titik yang tidak bisa di akses dengan mudah, sehingga celah itu dimanfaatkan oleh para misionaris.
Sibuk Bendera
Saat disinggung peran ormas Islam yang ikut terjun memberikan kontribusi penanggulangan, Misbach mengakui, lembaga-lembaga Islam yang terjun di Sumatera relatif tidak melakukan koordinasi dengan baik, sehingga keadaan ini kian memudahkan para misionaris melakukan aksinya.
"Karena ormas Islam sibuk mengibarkan bendera masing-masing," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan beberapa media sebelum ini, awal bulan lalu sempat ditemukan puluhan injil yang dibagi-bagikan kepada pengungsi yang umumnya orang Muslim.
"Kenapa tidak ada umat Islam yang bawa Al-Quran, padahal misionaris itu bawa injil," katanya menyayangkan.
Tabligh Akbar di Masjid Al Azhar, Jakarta, itu diselenggarakan bersama oleh beberapa ormas, di antaranya Yayasan Pesantren Al Azhar (YPI), Forum Ummat Islam (FUI), MER-C, KISPA, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), HTI, LAZ Al Azhar, dan LDA.
Beberapa ormas Islam memberikan pernyataan bahwa kebebasan beragama tidak saja merupakan hak azasi manusia (HAM), tetapi juga merupakan kewajiban azasi yang bersifat mutlak. Atas dasar pemikiran itu, maka dinyatakan penolakan keras setiap bentuk pemaksaan, penghasutan, atau propoganda yang menyebabkan seseorang keluar dari agamanya (murtad).
Tentu saja yang diharapkan warga Sumatera bukan sekedar kecaman, tetapi tindakan lebih nyata.
Disalin Dari : hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar