Pendeta Budi Asali : Bayak Ayat Yang Tak Penting Dalam Bibel ...??? - Untuk menutupi kelemahan bahwa umat Kristen tidak ada yang hafal Bibel secara benar dan tepat 100 persen, Pendeta Budi Asali berapologi bahwa menghafal Bibel itu tidak harus persis, yang penting jangan sampai melenceng.
“Saya yakin ada banyak orang Kristen yang hafal Alkitab, tetapi hanya pada bagian-bagian yang penting, tetapi tidak pada bagian-bagian yang tidak penting, seperti misalnya urut-urutan silsilah. Menghafal bagian yang tidak penting seperti itu, menurut saya, sama sekali bukan merupakan suatu kerajinan ataupun tindakan yang terpuji, tetapi sebaliknya, hanya merupakan suatu pemborosan energi dan otak yang tidak perlu.. Apa gunanya?” (hlm. 215).
Pendapat pendeta ini sama sekali tidak bisa mendongkrak kewibawaan Bibel, bahkan semakin memperjelas kelemahan Bibel:
Pertama, rambu-rambu Pendeta Budi Asali bahwa menghafal Bibel tidak harus sama persis, yang penting tidak melenceng, sangat kabur dan sulit diaplikasikan. Jika menghafal Bibel itu boleh tidak sama, berapa toleransi penyimpangan yang bisa dibenarkan? Sikap seperti ini jelas membuka peluang penyimpangan kitab suci.
Misalnya, kitab 1 Raja-raja 7:13-51 2 Tawarikh 3:15 sd 5:1. Kedua perikop Bibel ini menceritakan kisah yang sama, yaitu tentang “Benda-benda logam Bait Suci.” Semua kata dalam ayat ini sama persis, hanya berbeda dua huruf saja, yaitu: pada kitab Raja-raja ayat 24 dan 25 disebutkan kata “labu,” sedangkan dalam Tawarikh ayat 3 disebutkan kata “lembu.” Perbedaan dua huruf ini sangat signifikan, karena merubah jenis tanaman menjadi binatang.
Kedua, Pendeta Budi Asali mengakui bahwa dalam Bibel ada bagian-bagian yang tidak penting dan tidak perlu dihafal. Menghafal ayat-ayat Bibel yang tidak penting ini sangat tidak terpuji, justru merupakan “suatu pemborosan energi dan otak yang tidak perlu dan tidak ada gunanya.”
Pernyataan tersebut kontradiktif dengan bagian lain buku yang sama (hlm. 221-232), di mana Pendeta Budi mati-matian membuktikan Bibel sebagai firman Tuhan. Jika kedua statemen pendeta ini diterima, maka secara silogis dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua firman Tuhan dalam Bibel itu penting. Karena ada firman Tuhan yang tidak penting sehingga tidak terpuji bahkan pemborosan energi bila dihafalkan.
Bukankah sangat aneh jika Tuhan menginspirasikan ayat-ayat yang tidak penting, tidak terpuji dan memboroskan energi?
Jika Pendeta Budi Asali konsekuen terhadap pendapat teologinya, seharusnya dia mengusulkan kepada Lembaga Alkitab Indonesia agar menerbitkan Alkitab (Bibel) dalam dua warna. Misalnya, ayat-ayat penting dicetak warna hitam, sedangkan ayat-ayat yang tidak penting dicetak warna merah. Apakah Pendeta Budi Asali punya nyali untuk menyiarkan pendapatnya?. ( suara-Islam.com )
“Saya yakin ada banyak orang Kristen yang hafal Alkitab, tetapi hanya pada bagian-bagian yang penting, tetapi tidak pada bagian-bagian yang tidak penting, seperti misalnya urut-urutan silsilah. Menghafal bagian yang tidak penting seperti itu, menurut saya, sama sekali bukan merupakan suatu kerajinan ataupun tindakan yang terpuji, tetapi sebaliknya, hanya merupakan suatu pemborosan energi dan otak yang tidak perlu.. Apa gunanya?” (hlm. 215).
Pendapat pendeta ini sama sekali tidak bisa mendongkrak kewibawaan Bibel, bahkan semakin memperjelas kelemahan Bibel:
Pertama, rambu-rambu Pendeta Budi Asali bahwa menghafal Bibel tidak harus sama persis, yang penting tidak melenceng, sangat kabur dan sulit diaplikasikan. Jika menghafal Bibel itu boleh tidak sama, berapa toleransi penyimpangan yang bisa dibenarkan? Sikap seperti ini jelas membuka peluang penyimpangan kitab suci.
Misalnya, kitab 1 Raja-raja 7:13-51 2 Tawarikh 3:15 sd 5:1. Kedua perikop Bibel ini menceritakan kisah yang sama, yaitu tentang “Benda-benda logam Bait Suci.” Semua kata dalam ayat ini sama persis, hanya berbeda dua huruf saja, yaitu: pada kitab Raja-raja ayat 24 dan 25 disebutkan kata “labu,” sedangkan dalam Tawarikh ayat 3 disebutkan kata “lembu.” Perbedaan dua huruf ini sangat signifikan, karena merubah jenis tanaman menjadi binatang.
Kedua, Pendeta Budi Asali mengakui bahwa dalam Bibel ada bagian-bagian yang tidak penting dan tidak perlu dihafal. Menghafal ayat-ayat Bibel yang tidak penting ini sangat tidak terpuji, justru merupakan “suatu pemborosan energi dan otak yang tidak perlu dan tidak ada gunanya.”
Pernyataan tersebut kontradiktif dengan bagian lain buku yang sama (hlm. 221-232), di mana Pendeta Budi mati-matian membuktikan Bibel sebagai firman Tuhan. Jika kedua statemen pendeta ini diterima, maka secara silogis dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua firman Tuhan dalam Bibel itu penting. Karena ada firman Tuhan yang tidak penting sehingga tidak terpuji bahkan pemborosan energi bila dihafalkan.
Bukankah sangat aneh jika Tuhan menginspirasikan ayat-ayat yang tidak penting, tidak terpuji dan memboroskan energi?
Jika Pendeta Budi Asali konsekuen terhadap pendapat teologinya, seharusnya dia mengusulkan kepada Lembaga Alkitab Indonesia agar menerbitkan Alkitab (Bibel) dalam dua warna. Misalnya, ayat-ayat penting dicetak warna hitam, sedangkan ayat-ayat yang tidak penting dicetak warna merah. Apakah Pendeta Budi Asali punya nyali untuk menyiarkan pendapatnya?. ( suara-Islam.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar