Kenapa Sigit Qordhowi Dibunuh Densus 88 Anti Teror ... ?!? - Di Negara ini melakukan suatu kebaikan belum tentu berbalas kebaikan. Bahkan bisa berujung kepada kematian. Hal ini terjadi pada Sigit Qordhowi (36), warga bilangan Sraten Serengan Surakarta. Pengalamannya menegakkan keamanan wilayah Solo dan sekitarnya agar bebas dari judi dan miras berbuntut kematian.
Warga sekitar mengenalnya sebagai sosok ramah, mudah bergaul, tanggap keadaan, suka membantu warga dan kerap didaulat menjadi imam rawatib di Mushola Suryani didepan rumahnya.
Bukan masalah postur badan besar dan tinggi yang membuat Sigit ditakuti kelompok-kelompok preman ternama di Solo. Namun lebih karena Laskar Hisbahnya yang ia pimpin sering membuat pemilik hiburan malam, para penjudi dan peminum harus kalang kabur jika mereka melakukan aksi sweeping.
Selain prostitusi di daerah Banjarsari dan kristenisasi di Serengan, Solo terkenal dengan bandar judi dan pemasok minuman keras. Meski tersebar luas, wilayah Pasar Kliwon menjadi pusatnya. Seperti ada yang sudah memetakan Solo untuk menjadi seperti demikian.
Sigit dan tim Hisbahnya biasa melakukan aksi sweeping pada malam akhir pekan dan hari-hari di bulan Agustus, dimana bazar 17 Agustus-an yang marak diadakan bercampur kemaksiatan.
Tentu tidak ada yang tak diketahui oleh aparat berwenang mengenai hal ini. Koordinasi selalu didahulukan sebagai bukti taat kepada hukum. Namun sudah menjadi hal yang umum untuk dimaklumi oleh masyarakat luas di Solo. Laporan tentang resahnya masyarakat terhadap perjudian dan minum-minuman keras acapkali hanya sebatas laporan tertulis yang tidak terlalu digubris. Bahkan, warga daerah Pasar Kliwon dan Solo pada umumnya paham betul kegiatan pekat masyarakat ini ada yang membekingi dari banyak oknum aparat.
“Semua sudah pada tahu Mas, yang bermain siapa. Kita lapor malah nanti salah. Lah wong mereka yang jadi beking (backing –red),” ujar seorang warga Serengan yang tak mau ditulis namanya.
“Mereka juga ikut minum dan main Mas, mana berani kita menegur. Apalagi melaporkan!” kata seorang warga lain menimpali.
Beberapa pengurus RT wilayah Serengan dan Pasar Kliwon pernah meminta kepada warga masjid untuk menyampaikan kepada Tim Hisbah perihal permohonannya untuk melakukan aksi sweeping kepada penyakit masyarakat tersebut. Ketika dikonfirmasi tentang mengapa mereka memilih jalur laskar tidak memakai jalur hukum lewat aparat berwenang. Rata-rata menjawab bahwa mereka malas melakukannya dan sejumlah jawaban lain yang senada seperti tersebut diatas.
Kejadian besar perusakan fasilitas kafe Warung Doyong di Grogol Sukoharjo tahun 2005 disebut-sebut menjadi salah satu sebab berujungnya kematian Sigit. Dari hasil temuan waktu itu Waru Doyong melakukan kegiatan kemaksiatan. Konon dihadiri dalam rangka mampir istirahat seorang pejabat berpangkat perwira bersama staf-nya. Melihat kejadian tersebut, perwira dan stafnya mangkir meninggalkan Waru Doyong.
Sigit Qordhowi masuk dalam daftar hitam lantaran aksinya yang membuat pengusaha hiburan malam harus senam jantung. Namanya jadi target operasi. Ia terus diawasi pihak intel polisi. Bahkan saking dekatnya yang mengawasi dan yang diawasi, beberapa pegiat aktivis dakwah di Solo menyebutnya dengan panggilan Sigit Intel (Sigit berteman dengan intel –red). Sukses betul aparat mengadu domba.
Sigit Qordhowi diburu pada hari Sabtu tanggal 14 Mei 2011. Pemburuan ditugaskan kepada Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Prestasinya memburu dan membunuh para terduga ‘teroris’ di Indonesia sudah dimasyhurkan oleh media. Suara Komnas HAM yang menyampaikan berulang kali tentang adanya keharusan evaluasi dan audit kinerja Densus 88 sebagai mesin pembunuh kerap diabaikan. Gories Mere salah satu pimpinan bayangannya yang menjadikan Densus 88 tebal telinga dan kuat terhadap berbagai cercaan.
Sigit dan Hendro, anggota laskar Hisbah dibunuh di ujung gang Jalan Palagan Tentara Pelajar, desa Sanggrahan, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, atau tepatnya di depan Apotik Sidorejo Sangrahan.
Bekas-bekas penembakan masih tertinggal di tembok putih setinggi lima meter di rumah berlantai dua milik Heru warga Sangrahan. Paling tidak masih ada bekas lubang peluru di tembok tersebut sebanyak tiga lubang. Sedangkan cipratan darah di tembok terlihat hingga setinggi tiga meter.
Warga menilai adanya tambahan terbunuhnya Nuriman seorang warga sekitar yang berjualan dengan angkringan, adalah lebih dikarenakan Nuriman menyaksikan aksi kebiadaban Densus 88 dalam membunuh Sigit dan Hendro.
Istri Nur Iman, Waliyem beserta dua anaknya dan ibu kandungnya hingga kini belum kembali ke rumahnya. Ketua RT1 RW 3 Kampung Dukuh, Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Budiyana, mengatakan keluarga Nur Iman dibawa polisi.
Menutup aksi brutalnya, Waliyem istri Alm. Nuriman dijanjikan akan diberi kompensasi yang tidak disebutkan nilainya oleh polisi. Lebih dari itu Waliyem dan keluarganya diberi pengertian paksa bahwa kematian Nuriman disebabkan oleh peluru Sigit yang melepaskan tembakan kearah Densus 88 sewaktu baku tembak. Hal itu juga disampaikan Polisi dalam press release ke media-media. Meski hujan kritik dari Komnas HAM karena belum adanya pembuktian uji balistik, pihak Polri menanggapinya biasa saja. Hingga kini Waliyem dan anaknya dalam border pengawalan ketat dan tidak boleh ditemui siapapun tak terkecuali awak wartawan.
Menurut warga sekitar, tidak jelas apakah terjadi baku tembak atau hanya tembakan satu arah dari tim Densus. Sebelumnya Polri menyatakan Sigit dan Hendro melakukan tembakan membabi-buta.
Warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia mendengar keributan, lalu ia mendengar anggota Densus mengatakan "masih hidup", kemudian terdengar tembakan lagi. Warga ini berasumsi kalau sebelumnya Sigit dan Hendro masih hidup saat ditembak, kemudian di tembak hingga mati di depan rumah berlantai dua tersebut hingga menimbulkan bercak darah di tembok.
Banyak warga berasumsi terkabar bahwa kemungkinan Sigit atau Hendro ditembak dari bawah hingga cipratan darahnya ke arah atas.
Kebrutalan Densus 88 ternyata tidak hanya itu. Hari Ahad tanggal 15 Mei 2011 setelah ditembaknya Sigit, rumah orangtuanya yang berada di bilangan Sraten ikut digeledah. Alasannya ingin menemukan barang bukti. Hari sebelumnya, Sabtu petang orang tua Sigit sempat menyalakan lampu dan menitipkan keadaan rumahnya yang kosong kepada tetangga sekitar untuk menyusul jenazah Sigit yang diterbangkan ke Jakarta yang sebelumnya mampir di Semarang untuk keperluan otopsi penghapusan luka tembak.
Merasa diliput wartawan televisi, aksinya diselingi dengan mendobrak pintu pagar yang hanya setinggi 1,5 meter. Itupun bukan pagar berduri tajam. Merasa dikagetkan dengan hal itu beberapa warga sontak keluar melihat keadaan dan menegur aksi tersebut. Teguran dibalas ancaman agar semua warga yang tidak berkepentingan masuk kedalam rumah masing-masing dan menutup rapat pintu rumahnya.
Salah seorang tetangga dekat menyampaikan bahwa ia trauma dengan aksi dan ancaman tersebut. Ia bahkan lewat sambungan handphone meminta suaminya agar cepat pulang ke rumah karena keadaan gawat. Dari ujung suara terdengar isak tangis.
Aksi brutalnya dilanjutkan dengan hal yang tidak perlu yaitu memecah kaca jendela. Warga yang dibolehkan menyaksikan hanya dari Ketua RT itupun setelah halaman rumah orangtua Sigit dikondisikan tertata rapi alat bukti berupa pupuk yang disebut-sebut sebagai bahan peledak, senjata api, serta 15 keping VCD porno.
Ketua RT juga kaget melihat adanya barang bukti yang sudah ditata itu. Lebih kaget ketika mengetahui bahwa yang selama ini didaulat untuk menjadi imam shalat rawatib Mushola di dekatnya ternyata mengoleksi VCD porno. Dari beberapa warga yang mendapat cerita dari Ketua RT setelah kejadian menyatakan ketidak percayaannya dengan temuan tersebut, malah menaruh curiga kepada aparat yang menggeledah bahwa mereka-lah yang menaruh barang-barang bukti tersebut. Karena selama ini yang diketahui oleh masyarakat secara umum yang melakukan perampasan terhadap lapak-lapak penjual VCD porno adalah pihak Kepolisian Sektor dan Resort. Tentu koleksinya lebih banyak. Mungkin apa yang disangkakan oleh warga memang benar demikian adanya.
Jenazah Sigit Qordhowi yang bernama asli Hermawan Wijayanto akhirnya dikembalikan pada hari Rabu, 18 Mei 2011 tepatnya pukul 21.00 WIB. Pihak keluarga mengaku terpukul dengan aksi brutal yang dilakukan oleh Tim Densus 88 dalam menangani aksi dugaan terorisme. Terlebih selama ini Sigit dalam kesehariannya melakukan aktivitas biasa sebagaimana warga pada umumnya. Pun bila Sigit merupakan DPO yang buron, tentu ada surat pemanggilan ke Mapolsek Serengan sebagai bukti ia melakukan tindak terorisme.
Sigit seorang pemuda yang berjiwa kesatria. Surat panggilan dari institusi apapun akan ia datangi, karena Sigit termasuk orang yang kooperatif. Terbukti Sigit mempertanggung jawabkan aksinya bersama Tim Hisbah hingga ia divonis hukuman enam bulan penjara lantaran aksi perusakan di Warung Doyong Sukoharjo yang kedapatan menjual minuman keras tahun 2005.
Namun yang menjadi kejanggalan pihak keluarga dan warga sekitar adalah ketidaktahuan orangtua, Sigit, dan warganya bahwa ia telah ditetapkan DPO yang buron sejak September 2010 oleh Mabes Polri.
Menurut Edi Lukito, ketua Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), kegiatan Tim Hisbah yang dijalankan oleh Sigit Qordhowi di Solo fokus pada pemberantasan maksiat, terutama operasi miras dan perjudian. Atas peran Sigit dan Tim Hisbah, tingkat penyakit masyarakat, kejahatan dan peredaran miras di kota Solo menjadi tereliminir atau berkurang pesat. “Ini adalah bentuk dari sebuah prestasi,” tandas Edi Lukito saat jumpa pers bersama ISAC (Islamic Study and Action Center) pada hari Sabtu 14 Mei di masjid Baitussalam Tipes.
Kini Sigit Qordhowi dan salah satu rekannya Hendro Yunanto telah gugur tertembak pelor ganas Densus 88. Ribuan orang datang melayat mengiringi pemakamannya. Meski hujan deras mengguyur Kota Solo, Gang Arjuna 2 Glondongan Serengan Solo tempat dimana ia tinggal bersama kedua orangtuanya tidak menyurutkan antusiasme ribuan warga untuk menshalatkan Sigit di Mushola Suryani dimana ia biasa mengimami dan berjamaah. Bahkan Kepala Kecamatan Serengan memberikan sambutan prakata sebelum diberangkatkan ke TPU Pracimaloyo, Makamhaji, Sukoharjo tepat pukul 22.00 WIB.
Entah siapa lagi yang akan melanjutkan prestasi keduanya dalam memberantas penyakit masyarakat, yang seolah seperti lingkaran setan. Tak pernah habis karena memang ‘dipelihara’ oleh sang pemilik kepentingan.
Mungkin para pelaku maksiat, pemilik hiburan malam, dan preman-preman berbeking oknum aparat di Solo bisa sejenak bersorak sorai atas kematian keduanya. Namun jangan sangka bahwa kejahatan dan kedhaliman sudah menjadi hal yang digariskan untuk selalu bertanding dengan kebaikan dan keadilan. Berharap menunggu generasi seperwira dan seberani Sigit dan rekannya Hendro. ( muslimdaily.net )
Warga sekitar mengenalnya sebagai sosok ramah, mudah bergaul, tanggap keadaan, suka membantu warga dan kerap didaulat menjadi imam rawatib di Mushola Suryani didepan rumahnya.
Bukan masalah postur badan besar dan tinggi yang membuat Sigit ditakuti kelompok-kelompok preman ternama di Solo. Namun lebih karena Laskar Hisbahnya yang ia pimpin sering membuat pemilik hiburan malam, para penjudi dan peminum harus kalang kabur jika mereka melakukan aksi sweeping.
Selain prostitusi di daerah Banjarsari dan kristenisasi di Serengan, Solo terkenal dengan bandar judi dan pemasok minuman keras. Meski tersebar luas, wilayah Pasar Kliwon menjadi pusatnya. Seperti ada yang sudah memetakan Solo untuk menjadi seperti demikian.
Sigit dan tim Hisbahnya biasa melakukan aksi sweeping pada malam akhir pekan dan hari-hari di bulan Agustus, dimana bazar 17 Agustus-an yang marak diadakan bercampur kemaksiatan.
Tentu tidak ada yang tak diketahui oleh aparat berwenang mengenai hal ini. Koordinasi selalu didahulukan sebagai bukti taat kepada hukum. Namun sudah menjadi hal yang umum untuk dimaklumi oleh masyarakat luas di Solo. Laporan tentang resahnya masyarakat terhadap perjudian dan minum-minuman keras acapkali hanya sebatas laporan tertulis yang tidak terlalu digubris. Bahkan, warga daerah Pasar Kliwon dan Solo pada umumnya paham betul kegiatan pekat masyarakat ini ada yang membekingi dari banyak oknum aparat.
“Semua sudah pada tahu Mas, yang bermain siapa. Kita lapor malah nanti salah. Lah wong mereka yang jadi beking (backing –red),” ujar seorang warga Serengan yang tak mau ditulis namanya.
“Mereka juga ikut minum dan main Mas, mana berani kita menegur. Apalagi melaporkan!” kata seorang warga lain menimpali.
Beberapa pengurus RT wilayah Serengan dan Pasar Kliwon pernah meminta kepada warga masjid untuk menyampaikan kepada Tim Hisbah perihal permohonannya untuk melakukan aksi sweeping kepada penyakit masyarakat tersebut. Ketika dikonfirmasi tentang mengapa mereka memilih jalur laskar tidak memakai jalur hukum lewat aparat berwenang. Rata-rata menjawab bahwa mereka malas melakukannya dan sejumlah jawaban lain yang senada seperti tersebut diatas.
Kejadian besar perusakan fasilitas kafe Warung Doyong di Grogol Sukoharjo tahun 2005 disebut-sebut menjadi salah satu sebab berujungnya kematian Sigit. Dari hasil temuan waktu itu Waru Doyong melakukan kegiatan kemaksiatan. Konon dihadiri dalam rangka mampir istirahat seorang pejabat berpangkat perwira bersama staf-nya. Melihat kejadian tersebut, perwira dan stafnya mangkir meninggalkan Waru Doyong.
Sigit Qordhowi masuk dalam daftar hitam lantaran aksinya yang membuat pengusaha hiburan malam harus senam jantung. Namanya jadi target operasi. Ia terus diawasi pihak intel polisi. Bahkan saking dekatnya yang mengawasi dan yang diawasi, beberapa pegiat aktivis dakwah di Solo menyebutnya dengan panggilan Sigit Intel (Sigit berteman dengan intel –red). Sukses betul aparat mengadu domba.
Sigit Qordhowi diburu pada hari Sabtu tanggal 14 Mei 2011. Pemburuan ditugaskan kepada Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Prestasinya memburu dan membunuh para terduga ‘teroris’ di Indonesia sudah dimasyhurkan oleh media. Suara Komnas HAM yang menyampaikan berulang kali tentang adanya keharusan evaluasi dan audit kinerja Densus 88 sebagai mesin pembunuh kerap diabaikan. Gories Mere salah satu pimpinan bayangannya yang menjadikan Densus 88 tebal telinga dan kuat terhadap berbagai cercaan.
Sigit dan Hendro, anggota laskar Hisbah dibunuh di ujung gang Jalan Palagan Tentara Pelajar, desa Sanggrahan, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, atau tepatnya di depan Apotik Sidorejo Sangrahan.
Bekas-bekas penembakan masih tertinggal di tembok putih setinggi lima meter di rumah berlantai dua milik Heru warga Sangrahan. Paling tidak masih ada bekas lubang peluru di tembok tersebut sebanyak tiga lubang. Sedangkan cipratan darah di tembok terlihat hingga setinggi tiga meter.
Warga menilai adanya tambahan terbunuhnya Nuriman seorang warga sekitar yang berjualan dengan angkringan, adalah lebih dikarenakan Nuriman menyaksikan aksi kebiadaban Densus 88 dalam membunuh Sigit dan Hendro.
Istri Nur Iman, Waliyem beserta dua anaknya dan ibu kandungnya hingga kini belum kembali ke rumahnya. Ketua RT1 RW 3 Kampung Dukuh, Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Budiyana, mengatakan keluarga Nur Iman dibawa polisi.
Menutup aksi brutalnya, Waliyem istri Alm. Nuriman dijanjikan akan diberi kompensasi yang tidak disebutkan nilainya oleh polisi. Lebih dari itu Waliyem dan keluarganya diberi pengertian paksa bahwa kematian Nuriman disebabkan oleh peluru Sigit yang melepaskan tembakan kearah Densus 88 sewaktu baku tembak. Hal itu juga disampaikan Polisi dalam press release ke media-media. Meski hujan kritik dari Komnas HAM karena belum adanya pembuktian uji balistik, pihak Polri menanggapinya biasa saja. Hingga kini Waliyem dan anaknya dalam border pengawalan ketat dan tidak boleh ditemui siapapun tak terkecuali awak wartawan.
Menurut warga sekitar, tidak jelas apakah terjadi baku tembak atau hanya tembakan satu arah dari tim Densus. Sebelumnya Polri menyatakan Sigit dan Hendro melakukan tembakan membabi-buta.
Warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia mendengar keributan, lalu ia mendengar anggota Densus mengatakan "masih hidup", kemudian terdengar tembakan lagi. Warga ini berasumsi kalau sebelumnya Sigit dan Hendro masih hidup saat ditembak, kemudian di tembak hingga mati di depan rumah berlantai dua tersebut hingga menimbulkan bercak darah di tembok.
Banyak warga berasumsi terkabar bahwa kemungkinan Sigit atau Hendro ditembak dari bawah hingga cipratan darahnya ke arah atas.
Kebrutalan Densus 88 ternyata tidak hanya itu. Hari Ahad tanggal 15 Mei 2011 setelah ditembaknya Sigit, rumah orangtuanya yang berada di bilangan Sraten ikut digeledah. Alasannya ingin menemukan barang bukti. Hari sebelumnya, Sabtu petang orang tua Sigit sempat menyalakan lampu dan menitipkan keadaan rumahnya yang kosong kepada tetangga sekitar untuk menyusul jenazah Sigit yang diterbangkan ke Jakarta yang sebelumnya mampir di Semarang untuk keperluan otopsi penghapusan luka tembak.
Merasa diliput wartawan televisi, aksinya diselingi dengan mendobrak pintu pagar yang hanya setinggi 1,5 meter. Itupun bukan pagar berduri tajam. Merasa dikagetkan dengan hal itu beberapa warga sontak keluar melihat keadaan dan menegur aksi tersebut. Teguran dibalas ancaman agar semua warga yang tidak berkepentingan masuk kedalam rumah masing-masing dan menutup rapat pintu rumahnya.
Salah seorang tetangga dekat menyampaikan bahwa ia trauma dengan aksi dan ancaman tersebut. Ia bahkan lewat sambungan handphone meminta suaminya agar cepat pulang ke rumah karena keadaan gawat. Dari ujung suara terdengar isak tangis.
Aksi brutalnya dilanjutkan dengan hal yang tidak perlu yaitu memecah kaca jendela. Warga yang dibolehkan menyaksikan hanya dari Ketua RT itupun setelah halaman rumah orangtua Sigit dikondisikan tertata rapi alat bukti berupa pupuk yang disebut-sebut sebagai bahan peledak, senjata api, serta 15 keping VCD porno.
Ketua RT juga kaget melihat adanya barang bukti yang sudah ditata itu. Lebih kaget ketika mengetahui bahwa yang selama ini didaulat untuk menjadi imam shalat rawatib Mushola di dekatnya ternyata mengoleksi VCD porno. Dari beberapa warga yang mendapat cerita dari Ketua RT setelah kejadian menyatakan ketidak percayaannya dengan temuan tersebut, malah menaruh curiga kepada aparat yang menggeledah bahwa mereka-lah yang menaruh barang-barang bukti tersebut. Karena selama ini yang diketahui oleh masyarakat secara umum yang melakukan perampasan terhadap lapak-lapak penjual VCD porno adalah pihak Kepolisian Sektor dan Resort. Tentu koleksinya lebih banyak. Mungkin apa yang disangkakan oleh warga memang benar demikian adanya.
Jenazah Sigit Qordhowi yang bernama asli Hermawan Wijayanto akhirnya dikembalikan pada hari Rabu, 18 Mei 2011 tepatnya pukul 21.00 WIB. Pihak keluarga mengaku terpukul dengan aksi brutal yang dilakukan oleh Tim Densus 88 dalam menangani aksi dugaan terorisme. Terlebih selama ini Sigit dalam kesehariannya melakukan aktivitas biasa sebagaimana warga pada umumnya. Pun bila Sigit merupakan DPO yang buron, tentu ada surat pemanggilan ke Mapolsek Serengan sebagai bukti ia melakukan tindak terorisme.
Sigit seorang pemuda yang berjiwa kesatria. Surat panggilan dari institusi apapun akan ia datangi, karena Sigit termasuk orang yang kooperatif. Terbukti Sigit mempertanggung jawabkan aksinya bersama Tim Hisbah hingga ia divonis hukuman enam bulan penjara lantaran aksi perusakan di Warung Doyong Sukoharjo yang kedapatan menjual minuman keras tahun 2005.
Namun yang menjadi kejanggalan pihak keluarga dan warga sekitar adalah ketidaktahuan orangtua, Sigit, dan warganya bahwa ia telah ditetapkan DPO yang buron sejak September 2010 oleh Mabes Polri.
Menurut Edi Lukito, ketua Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), kegiatan Tim Hisbah yang dijalankan oleh Sigit Qordhowi di Solo fokus pada pemberantasan maksiat, terutama operasi miras dan perjudian. Atas peran Sigit dan Tim Hisbah, tingkat penyakit masyarakat, kejahatan dan peredaran miras di kota Solo menjadi tereliminir atau berkurang pesat. “Ini adalah bentuk dari sebuah prestasi,” tandas Edi Lukito saat jumpa pers bersama ISAC (Islamic Study and Action Center) pada hari Sabtu 14 Mei di masjid Baitussalam Tipes.
Kini Sigit Qordhowi dan salah satu rekannya Hendro Yunanto telah gugur tertembak pelor ganas Densus 88. Ribuan orang datang melayat mengiringi pemakamannya. Meski hujan deras mengguyur Kota Solo, Gang Arjuna 2 Glondongan Serengan Solo tempat dimana ia tinggal bersama kedua orangtuanya tidak menyurutkan antusiasme ribuan warga untuk menshalatkan Sigit di Mushola Suryani dimana ia biasa mengimami dan berjamaah. Bahkan Kepala Kecamatan Serengan memberikan sambutan prakata sebelum diberangkatkan ke TPU Pracimaloyo, Makamhaji, Sukoharjo tepat pukul 22.00 WIB.
Entah siapa lagi yang akan melanjutkan prestasi keduanya dalam memberantas penyakit masyarakat, yang seolah seperti lingkaran setan. Tak pernah habis karena memang ‘dipelihara’ oleh sang pemilik kepentingan.
Mungkin para pelaku maksiat, pemilik hiburan malam, dan preman-preman berbeking oknum aparat di Solo bisa sejenak bersorak sorai atas kematian keduanya. Namun jangan sangka bahwa kejahatan dan kedhaliman sudah menjadi hal yang digariskan untuk selalu bertanding dengan kebaikan dan keadilan. Berharap menunggu generasi seperwira dan seberani Sigit dan rekannya Hendro. ( muslimdaily.net )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar