Mengenal Jokowi-Ahok Antara Fakta dan Realita

Hari pertama Ramadhan tahun ini, Sabtu 21 Juli 2012, situs berita Tempo.co menurunkan sebuah berita ringan. Ringan isinya tapi berbobot pesannya. Tempo membandingkan makan sahur dua kandidat calon Gubernur DKI Jakarta. Joko Widodo (Jokowi) diberitakan mengawali Ramadhan dengan sahur bersama warga di sebuah lapangan badminton di Lenteng Agung. Sementara Fauzi Bowo (Foke) menikmati makan sahur perdananya bersama keluarga di rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.

“Di tengah kerumunan warga yang berkumpul di sebuah lapangan badminton, ia terlihat lahap menyantap nasi bungkus dengan lauk ayam goreng dan sayur,” tulis Tempo.

Sementara, melalui Kepala Humas Pemprov DKI Jakarta, Cucu Ahmad kurnia, Tempo memperoleh informasi menu santap sahur Fauzi adalah soto ayam, ayam goreng, sayur bayam, tempe goreng, dan cumi saus tiram.


http://suara-islam.com/images/berita/jokowi-ahok.jpg


Berikutnya, suatu pagi menjelang akhir Ramadhan, stasiun televisi TVOne, juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Dari Pasar Senen, televisi milik Aburizal Bakri itu memberitakan Foke melepas kereta yang mengangkut para pemudik. Sambil tersenyum sinis, dua presenter TVOne berkomentar kurang lebih, “menjelang pilkada pemimpin mendekat kepada rakyat.” Tetapi tak lama setelah berita itu, kurang lebih sepuluh menit, TVOne menyiarkan wawancara dengan Jokowi di Terminal Tirtonadi Solo. Di tempat itu Jokowi menyambut kedatangan para pemudik sekaligus makan sahur dengan nasi kotak. Sambil melahap nasi kotaknya, Jokowi menjawab pertanyaan reporter TVOne.

Ketika isu SARA akibat ceramah Bang Haji Rhoma Irama di Masjid Al Isra’, Tanjung Duren, Jakarta Barat merebak, media-media liberal juga mengangkat besar-besaran Jokowi-Ahok, seolah mereka berdua ngefans dengan Rhoma. Jokowi mengaku suka lagu “darah muda”, sementara Ahok mengaku suka lagu “terajana”. Ahok mengaku karena lagu Rhoma pula ia tidak suka berjudi.

Wali Kota bersih, Bupati bersih, tidak korupsi, sederhana, perubahan, adalah sejumlah isu yang menjadi modal efentif kampanye Jokowi-Ahok dan berhasil mempengaruhi massa cair Jakarta. Masyarakat Jakarta terpesona dengan tampilan Jokowi yang sok lugu dan sederhana itu. Apalagi dipublikasikan juga dia seorang Wali Kota terbaik di dunia.

Dukungan media liberal terhadap Jokowi-Ahok, terungkap secara jelas ketika wartawan senior Kompas, Robert Adhi KSP, dalam akun facebooknya menulis status, "Kami membela Jokowi dan Ahok, emang kenapa, BAGI KOMPAS YANG TERPENTING BUKAN FIGUR YANG DEKAT DENGAN KAUM ISLAM." Setelah mendapat protes dari berbagai komentar, status yang berisi isu SARA itu akhirnya dihapus.

Mengenal Jokowi-Ahok

Joko Widodo, pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 silam. Bapak tiga anak suami dari Iriana ini adalah alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Sebelum jadi Wali Kota, ia seorang pengusaha mebel yang mewarisi usaha keluarga. Dua kali menjabat sebagai Wali Kota Surakarta berpasangan dengan Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo.

Jokowi tiba-tiba ‘moncer’ namanya ketika sejumlah siswa SMK di Solo berhasil membuat mobil Esemka. Media tiba-tiba membesarkan dan menyanjung-nyanjung namanya. Setelah itu dimunculkan isu kemungkinan dia mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Awalnya dia mengatakan tidak punya ‘potongan’ menjadi Gubernur.

Sementara Ahok, atau lengkapnya bernama Basuki Tjahaja Purnama (Zhong Wan Xie), lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966. Suami dari Veronika (34) ini adalah seorang Kristen fundamentalis. Ahok adalah alumni Universitas Tri Sakti Jakarta dan Master Manejemen di Universitas Prasetya Mulya.

Karir politik Ahok dimulai pada 2004 saat dia bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) pimpinan Syahrir. Dengan kendaraan PIB ia lolos menjadi anggota DPRD Belitung Timur periode 2004-2009.

Belum genap setahun menjabat anggota DPRD, Ahok mencalonkan diri sebagai Bupati Belitung Timur berpasangan dengan Khairul Effendi dari Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK). Pasangan ini menang dengan meraup 37,13 persen suara. Ia pun menjadi Bupati periode 2005-2010.

Amanah sebagai Bupati selama satu periode lagi-lagi tidak ia tunaikan, tahun 2007 ia tergoda untuk menjadi Gubernur Bangka-Belitung. Sayang, Ahok gagal.

Setelah gagal menjadi Gubernur, pada Pemilu 2009 ia loncat ke Partai Golkar. Kali ini Ahok berhasil lolos menjadi anggota DPR dan duduk sebagai anggota Komisi II DPR.

Rupanya, perburuan peruntungan Ahok tidak berhenti sampai disini. Suara rakyat Bangka-Belitung yang memilihnya menjadi anggota DPR ia abaikan. Kurang dari 3 tahun menjabat anggota DPR, Ahok maju menjadi calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Kali ini ia diusung Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto. Ahok keluar dari Golkar loncat ke Gerindra.

Sebagian kalangan menilai Ahok sebagai orang yang ambisius dan tidak amanah karena tidak pernah menyelesaikan jabatannya sesuai dengan tugasnya.

Klaim Bodong

Sepandai-pandai menutupi bangkai, akhirnya akan tercium juga. Pepatah inilah yang agaknya tepat untuk menggambarkan kelihaian tim kampanye Jokowi-Ahok dalam membungkus kebohongan mereka. Prestasi bodong Jokowi-Ahok, mendekati Pilkada DKI putaran kedua terus terkuak.

Klaim Wali Kota terbaik di dunia versi The City Mayors Foundation, ternyata ‘bodong’. Faktanya, penetapan Walikota Terbaik itu sampai sekarang masih dalam proses hingga Oktober 2012. Artinya belum ada pemenang, walaupun konon nama Jokowi berhasil masuk lima besar kandidat wali kota terbaik yang mewakili Asia. Padahal selain dari Asia, finalis pesaing Jokowi juga berasal dari lima kategori wilayah lainnya. Di antaranya lima wali kota dari Amerika Utara, empat wali kota dari Amerika Latin, tujuh wali kota dari Eropa, dua wali kota dari Australasia, dan dua wali kota dari Afrika.

Fakta lain, sebenarnya ajang pemilihan Wali Kota terbaik ini hanya mirip ajang pencari bakat Indonesian Idol. Sebab pemenang dalam kontes ini didasarkan jumlah vote online serta komentar dari pembaca situs itu. Bukan dari prestasi sebagai pemimpin. Sementara penyelenggara kontes ini, The City Mayors Foundation, kabarnya juga merupakan LSM abal-abal.

Soal Kemiskinan, menurut mantan Ketua MPR Amien Rais angka kemiskinan di Solo justru naik cukup tajam. "Saya bangga bila ada orang Solo bisa memimpin Jakarta. Tapi selama memimpin Solo, justru angka kemiskinan di kota Solo semakin meningkat. Bagaimana memimpin Jakarta yang angkanya lima hingga enam kali lebih tinggi dibandingkan Solo? Jadi, predikat salah satu Wali Kota terbaik di dunia terlalu berlebihan dan menyesatkan," kata Amien Rais baru-baru ini.

Keraguan lain yang diungkapkan Amien adalah dibandingkan kota-kota lainnya di Benua Amerika, Eropa, Asia, Kota Solo masih banyak daerah kumuh. Selain itu tingkat kedisplinan, ketertiban, dan kepatuhan berlalu lintas sangat rendah.

"Saya sudah berkeliling ke negara-negara Amerika, Eropa, Asia dan Timur Tengah, di sana jauh lebih indah, lebih tertib dan lebih disiplin serta tidak ada daerah kumuhnya. Sedangkan Solo, banyak daerah kumuhnya. Gilingan, Nusukan, Ngemplak, itu daerah kumuh dan gagal dientaskan Jokowi," paparnya.

Soal dugaan korupsi, baru-baru ini sekelompok masyarakat yang tergabung dalam TS3 (Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia) telah melaporkan kepada KPK dugaan tindak pidana korupsi ali Kota Solo. Jokowi dituding membiarkan tindak pidana korupsi dengan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 9,838 miliar.

Berpihak Non-Muslim?

Sudah jadi rahasia umum, jika non-muslim mempimpin suatu wilayah ia akan mengambil kebijakan yang sangat menguntungkan bagi kaumnya. Di Solo misalnya, karena wakil Jokowi adalah seorang Kristen, maka dana bantuan sosial (bansos) terbesar juga diberika pada kalangan Kristen.

Menurut pengamat sosial-politik, Mustofa B Nahrawardaya, kalangan Kristen di Solo pada tahun Anggaran 2009 bisa menikmati 71,88 persen dari anggaran Rp4,7 milyar. Sementara umat Islam hanya mendapat sisanya. Padahal Solo yang berpenduduk lima ratus ribu jiwa itu mayoritas adalah umat Islam.

Fakta lain yang tak kalah seriusnya, meski beragama Islam, istri Jokowi, Iriana, juga menjadi anggota kehormatan sebuah klub freemansory, Rotary Club Solo. Seperti dirilis Harian Joglosemar, Iriana mengaku bangga dengan pelantikannya itu.

Padahal Freemasonry Indonesia yang menaungi Rotary Club pada Februari 1961, lewat Lembaran Negara nomor 18/1961, dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Melalui Keppres Nomor 264 tahun 1962, Sukarno melarang Freemasonry dan segala turunannya seperti Liga Demokrasi, Divine Life Society, Vrijmetselaren-Logi (Loge Agung Indonesia), Ancient Mystical Organization of Rosi Crucians (AMORC), Moral Rearmament, Lions Club, Rotary Club, dan Baha'isme.

Sementara Ahok, dari sisi agama jelas dia seorang Kristen. Keturunan Thionghoa ini bergereja di Gereja Kristus Yesus, Pluit, Jakarta Utara. Ahok juga bukan sosok bersih. Berbagai dugaan tindak pidana korupsi di Belitung Timur belakangan berseliweran di jejaring media sosial Twitter. Mulai dari pengalihan hutan lindung, penjualan pasir ke Singapura, pembangunan Puskesmas hingga penguasaan proyek-proyek APBD Beltim. Meski harus ada upaya pembuktian dalam hal ini.

Ketika muncul kontroversi kehadiran artis setan Lady Gaga ke Jakarta beberapa bulan lalu, di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Ahok menuding ormas yang menolak kehadiran Lady Gaga dengan sebutan “munafik”. Menurut Ahok, pemerintah mestinya taat konstitusi bukan taat konstituen.

“Kita tidak boleh taat pada ayat suci di hadapan pemerintah, kita taat pada ayat-ayat konstitusi, ayat suci itu untuk saya pribadi. Makanya saya pertanyakan pada ormas-ormas itu, kenapa tidak mau periksa pejabat yang korup, kenapa enggak berlakukan potong kepala saja sekalian kalau enggak bisa membuktikan harta kekayaannya dari mana. Itu munafik," katanya seperti banyak dilansir berbagai media ketika itu.

Wakil gubernur DKI Jakarta adalah jabatan strategis yang akan menaungi sejumlah lembaga milik umat Islam, seperti Ketua Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat dan Infak/Shadaqah (BAZIS), KODI-DKI, Ketua Dewan Pembina Jakarta Islamic Center (JIC), Ketua Pembina Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an, Ketua Badan Pembina Tilawatil Qur’an, dan Ketua Pembina Perpustakaan Masjid. Jika Ahok melaju menjadi Wagub, bagaimana jadinya lembaga-lembaga itu dalam menjalankan fungsinya. Sulit untuk membayangkan. ( suara-islam.com )


Blog : Rantau Pincono
Post : Mengenal Jokowi-Ahok Antara Fakta dan Realita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar