Aturan Baru Vatikan Akan Membuat Banyak Kasus Pelecehan Menjadi Kadaluwarsa. Menyusul terbongkarnya berbagai skandal di berbagai penjuru dunia dan rusaknya citra Katolik-Roma, Vatikan memberlakukan pedoman baru. Perdoman ini berfungsi untuk menangani kasus pelecehan seksual pada anak-anak di dalam lingkungan gereja Katolik.
Pedoman baru ini merupakan tanggapan terhadap gelombang kecaman, yang menyatakan Vatikan tidak berbuat banyak untuk menanggapi berbagai tuduhan adanya sekian banyak pelecehan di dalam lingkungan gereja.
Pedoman antara lain memuat ketentuan, masa kadaluwarsa berlakunya hukuman bagi kasus pelanggaran diperpanjang beberapa tahun. Namun, banyak kelompok korban menyatakan, upaya perbaikan pihak gereja, masih sangat terbatas.
Jurubicara Vatikan, Federico Lombardi menyatakan pedoman baru ini mencakup ketentuan prosedur pemeriksaan cepat dan efektif, dalam penanganan hal-hal yang mendesak dan serius. Beberapa pihak menyambut pedoman baru ini sebagai suatu upaya untuk menangani masalah pelecehan seksual terhadap anak-anak secara lebih sungguh-sungguh. Sementara beberapa pihak lain berpendapat, gereja tidak peka terhadap opini publik.
Pastor Wanita
Profesor Peter Nissen, pakar Vatikan dan gurubesar sejarah di Radboud Universiteti di Nijmegen menyatakan, keputusan untuk mensejajarkan kasus pelecehan seksual terhadap anak dengan urusan pentasbihan pastor wanita merupakan hal yang sangat janggal:
"Mereka sama sekali tidak bisa merasakan bagaimana opini publik akan menilai ketentuan seperti itu. Dengan menerbitkan ketentuan mengenai urusan pentasbihan pastor wanita dalam pedoman yang sama mengenai kasus pelecehan seksual, mereka menunjukkan sama sekali tidak menyadari betapa besarnya kecaman masyarakat mengenai hal ini."
Kecaman
Keluhan lain mengenai ketentuan masa kadaluwarsa kasus pelanggaran. Hingga saat ini, korban boleh mengajukan tuntutan terhadap tindakan seorang rohaniawan, hingga sepuluh tahun setelah korban mencapai usia delapanbelas tahun. Pedoman baru menggandakan masa tersebut, menjadi duapuluh tahun. Namun, sekian banyak kasus yang dibongkar pada awal tahun ini menunjukkan, banyak korban masih tidak mau melaporkan pelanggaran, puluhan tahun setelah peristiwa berlalu.
Bert Smeets, dari kelompok korban 'Mea Culpa United' (mea culpa adalah Bahasa Latin, artinya, saya salah, red.) menyatakan, seharusnya tidak perlu ada masa kadaluwarsa. "Dampak pelecehan seksual akan terasa seumur hidup. Dalam hal ini gereja mengkhayal. Mereka mencoba menyesatkan kita semua. Mereka menambah masa waktu beberapa tahun. Tapi, masalahnya tetap sama. ... Dengan adanya ketentuan masa duapuluh tahun setelah mencapai usia delepanbelas tahun, banyak kasus pelecehan akan menjadi kadaluwarsa."
Pedoman baru ini merupakan revisi dari ketentuan yang ditanda-tangani oleh pendahulu Paus Benedictus XVI, Paus Johannes Paulus II. Dan pedoman baru pun tidak memuat ketentuan akan menyerahkan pelaku pelecahan pada polisi. Penyidikan tetap akan dilakukan oleh pihak gereja dan dilaksanakan secara tertutup. "Untuk melindungi nama baik semua pihak yang terlibat," kata Federico Lombardi.
Reputasi
Pedoman baru ini tidak akan memperbaiki citra gereja, akibat berbagai tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak tersebut, justru akan memperburuk, kata Profesor Peter Nissen:
"Saya khawatir, justru akan menjadi bencana PR (public relation, red.) baru. Sejauh ini, kita bisa melihat serangkaian kesalahan pihak gereja. Dan saya kira, perubahan baru ini tidak akan meyakinkan para pengecam, bahwa gereja akan bertindak lebih baik dalam menangani masalah pelecehan seksual. Dan itu semua, sekali lagi menunjukkan betapa kakunya sikap gereja menghadapi publik opini." ( voa-islam.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar